Sejak "diajari" sejarah manusia prasejarah di SMP pada kurikulum 1994, pertanyaan yang selalu menggantung dipikiran saya adalah bagaimana cara menemukan makam/ tempat matinya manusia yang dijuluki manusia purba itu? bukankah mereka tidak pernah membuat batu nisan sebagai penanda lokasi penguburan.
Sebagai muslim, jujur saja waktu itu saya tidak terlalu respek pada BAB manusia purba tersebut, sampai pada akhirnya saya mengalami masa paceklik "jam mengajar", dan dipaksa untuk mengajarkan kompetensi yang sama, yaitu manusia Prasejarah.
Pertanyaan lama pun bersemi kembali, tentang betapa hebatnya para arkeolog bisa menemukan makam yang terpendam selama jutaan tahun walau tanpa batu nisan. Setelah membaca beberapa buku pelajaran, akhirnya dengan sendirinya jawaban itu muncul tentang bagaimana caranya melakukan penggalian sehingga lokasinya tidak meleset terlalu jauh.
Hampir semua manusia purba di Indonesia yang ditemukan di jaman penjajahan Belanda berlokasi di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo, di tebing-tebing yang dulu merupakan aliran sungai yang tersedimentasi sehingga mengubur apapun yang terjebak di dalam aliran lumpurnya. Mengering dengan baik di musim kemarau, dan bertambah tebal di musim penghujan, ingat lagu Bengawan Solo versi Gesang.
Lalu mengapa di pinggir sungai? bukannya di tengah hutan yang penuh tumbuhan dan hewan yang bisa dimakan? Manusia dan binatang adalah makhluk yang paling tidak tahan terhadap haus, bahkan manusia bisa mati dalam waktu 3 hari tanpa cairan yang masuk ke dalam tubuhnya. manusia purba pun tentu perlu minum, sungai pasti menyediakannya, pohon pun akan tumbuh selalu menghijau bila tumbuh di tepian sungai, dan binatang pun akan selalu datang ke tepian sungai untuk minum. Sehingga secara strategi bertahan hidup alias Surviving, manusia purba telah berhasil menemukan lokasi yang sangat strategis untuk mendapatkan makanan, gabungan dari air, pohonan yang tidak pernah meranggas, dan hewan hutan yang mudah ditangkap/ dijebak di tepian sungai.
Manusia akan berusaha tinggal sedekat mungkin dengan tempatnya mencari rejeki bukan? begitu pula dengan manusia purba. Sejak menemukan kenyataan bahwa tepian sungai merupakan tempat ideal untuk mencari makan, maka mereka akan berusaha untuk mencari/ membuat tempat tinggal di sekitar lokasi tersebut. Maka, kemungkinan bagi mereka untuk "meninggal" di tempat tersebut juga cukup besar... brilian sekali para arkeolog itu.
Tempat kedua yang merupakan lokasi Favorit untuk mencari bukti peninggalan manusia porba adalah gua-gua alam dan cerukan tanah buatan di tepi tebing pinggir sungai (abris sous roche), karena kemungkinan besar manusia purba akan tinggal di tempat seperti ini.
Beberapa indikator dari keberadaan kehidupan manusia di masa lalu adalah adanya bukti kehidupan, bila lokasi kemping pernah didatangi orang beberapa hari yang lalu adalah dengan melihat adanya sisa api unggun yang abunya masih berkumpul belum tersiram hujan/ angin, maka mengetahui apakah manusia purba pernah hidup di dalamnya juga dengan melihat peninggalannya. Manusia adalah makhluk berakal, dengan akalnya, manusia yang tidak punya rahang dan taring besar juga cakar, bisa menggunakan alat untuk memotong hewan besar, bisa memecahkan cangkang kerang, dan membunuh hewan yang berlari lebih kencang. Maka, tinggal cari saja apakah ada alat-alat tersebut yang tersisa.
Lalu, dengan memiliki tempat tinggal, manusia tidak akan seperti hewan yang akan makan di tempat mereka menemukan makanan, tetapi dibawa pulang dan memakannya di "rumah", kemudian, karena tidak adanya tong sampah dan tukang sampah keliling, maka mereka membuang dan menumpuk sampahnya di salah satu sudut tempat tinggalnya, bahkan bila lama tinggal di suatu tempat, maka makin tinggi pula tumpukan sampahnya, bahkan bisa menggunung, dan memfosil menjadi batu. Coba perhatikan, kebiasaan manusia purba dalam "menyampah"
lokasi Kjokkenmoddinger di Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan Kep. Riau
Manusia purba jenis Meganthropus Paleojavanicus dan Pitecanthropus Erectus disinyalir sebagai pelaku penumpukan sampah dapur tersebut. Lokasi lain yang tidak kalah menarik perhatian para arkeolog adalah penemuan Kjokkenmoddinger di kawasan perbukitan kars di Bandung Jawa Barat.
Apa hal yang paling menarik dari tulisan ini?
Mendarahdagingnya kebiasaan manusia purba pada masa lalu, juga bisa kita jadikan petunjuk sebagai kemungkinan nenek moyang kita adalah manusia purba. Kebiasaan untuk tinggal dan mencari makan tidak jauh-jauh adalah satu kebiasaan manusia purba yang bertahan hingga kini. Dan yang paling kuat gen "kemanusiapurbaannya" adalah kebiasaan mengumpulkan sampah sisa makannya dan membuangnya di sembarang tempat merupakan keseharian manusia di Indonesia.
Buktinya? cerita seorang TKI yang menjadi petugas kebersihan di arab saudi menyebutkan, ciri khas suatu tempat pernah dikunjungi orang-orang dari Indonesia (padahal mereka jamaah umroh/haji) adalah adanya kjokkenmoddinger alias sampah yang berserakan atau ditumpuk di satu sudut yang bukan tempatnya.
Jadi bukan kah hal tersebut bisa dijadikan indikator kuat bahwa manusia di Indonesia memang keturunan manusia purba, karena setahu saya, yang namanya Nabi Adam, sangat menghargai alam, apalagi orang Islam yang merupakan ummat dari Nabi paling mulia di muka bumi ini, telah dicontohkan untuk menjaga kebersihan lingkungannya. Sedangkan perilaku sebagian besar masyarakat Indonesia sangat jauh dari sifat dan sikap yang dicontohkan nabi Adam A.S dan Nabi Muhammad SAW. Coba perhatikan ketiga gambar ini,
Ba'da shalat Id |
Ba'da shalat Id di lapangan |
Buka Bersama? Koq di luar terang |
Lalu yang lain bagaimana? Perhatikan ini juga
Makan Jalur |
Opo Iki? |
Gunung Sampah |
Rombongan habis makan siang |
Pesta Rakyat Jokowi |
Pesta Rakyat Jokowi |
Sudah lihat gunungan sampah tadi? itulah indikasi kuat bahwa orang Indonesia turunan Manusia Purba, karena turunan Nabi Adam A.S apalagi ummat Nabi Muhammad SAW sangat mencintai kebersihan.
No comments:
Post a Comment