15 October 2014

Demokrasi (Tidak) Memiliki Wajah

Demokrasi menurut C.F. Strong 

adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.

Secara awam demokrasi bisa diartikan sebagai pemerintahan yang berasal dari kehendak rakyat melalui perwakilan, lalu wakil itu menjalankan pemerintahan sesuai keinginan rakyat, dan hasilnya harus memberikan keuntungan kepada rakyat.

Pertanyaan besar setiap sistem demokrasi adalah rakyat yang mana yang memiliki hak tersebut? Jangankan sebuah negara yang dihuni jutaan orang, dalam sebuah keluarga yang hanya dihuni 2-10 orang saja perbedaan pendapat dan keinginan sangat jelas terlihat.

Menjawab pertanyaan besar tersebut akhirnya dibuat sebuah sistem pemilihan umum, pemungutan suara adalah produk utama dari demokrasi untuk mengumpulkan keinginan mayoritas rakyat. Ujung-ujungnya mayoritas lah yang memiliki hak untuk berkuasa, memiliki hak untuk membuat kebijakan dan paling banyak memperoleh keuntungan dari setiap keputusan yang dibuat.

Bila mempelajari demokrasi, kita akan sering menemukan kata HAK jauh lebih banyak dari pada kata KEWAJIBAN. Secara pribadi saya baru menemukan SATU kewajiban hakiki dari demokrasi, yaitu wajib menghormati keputusan yang diambil oleh mayoritas.

Saya melihat ini adalah kelemahan paling mendasar dari demokrasi, yaitu keputusan diambil berdasarkan keinginan rakyat, tapi karena keinginan rakyat terlalu banyak, maka dilakukan pemungutan suara, dan mayoritas yang menang. Namun hasilnya haruslah mengakomodasi minoritas. hal ini menjadi lucu, aneh, penuh dengan ambiguitas. Misalkan sebagian rakyat menghendaki kenaikan harga BBM, sebagian lagi menolak. Lalu voting yang menang adalah tidak naik, bagaimana caranya mengakomodasi keinginan rakyat yang ingin naik harga??????

Hal tadi sering menjadi duri dalam pelaksanaan pemerintahan demokrasi. Saya melihat sering kali minoritas lebih ingin menguasai daripada mayoritasnya. Atas nama persamaan hak, kadang yang harus sering mengalah adalah mayoritas, seolah lupa pada kodrat sebagai minoritas dalam demokrasi adalah hanya sebagai follower dan bukan sebagai trendsetter. 

Demokrasi modern muncul pertama kali di Prancis sebagai akibat dari kemarahan rakyat terhadap kesewenang-wenangan monarki. Sebagai tempat lahirnya demokrasi, prancis seharusnya menjadi referensi utama tentang kehidupan berdemokrasi, namun yang terjadi justru sebaliknya. Prancis yang nota bene negara demokratis yang sekuler dan ibukotanya sebagai pusat mode dunia, malah melakukan penjegalan terhadap kebebasan warganya dalam berpakaian. Hal umum ada wanita nyaris telanjang di jalanan kota Paris, tapi kenapa yang ingin berjilbab justru dilarang?

...... (bersambung) 





No comments: